Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dulu Kumuh, Kini Kampung Batik Jadi Ikon Wisata

Semarang, 20/6/25 — Dari kawasan yang dulu dikenal rawan banjir dan kriminalitas, Kampung Batik di Kelurahan Rejomulyo, Semarang, kini menjelma menjadi destinasi wisata budaya yang menggambarkan kekayaan sejarah dan kerajinan batik khas Semarangan.

Kampung Batik merupakan salah satu kawasan bersejarah di Kota Semarang yang sejak dulu dikenal sebagai sentra kerajinan batik. Namun, kawasan ini sempat mengalami kemunduran pasca dibakar tentara Jepang pada 17 Oktober 1945, dan kembali bangkit pada 2006 sebagai sentra pengepul batik di Pasar Johar. Kini, kawasan ini tidak lagi memproduksi batik di lokasi akibat rusaknya instalasi pengolahan limbah, namun tetap mempertahankan aktivitas budaya melalui wisata edukasi dan mural-mural sejarah.

Potret salah satu toko batik di Kampung Batik Djadoel, Kota Semarang, Kamis (13/6/2025). (Sumber: Mukhamad Bayu Kelana/Dokumentasi Pribadi)

Ignatius Luwiyanto, tokoh masyarakat sekaligus penggagas revitalisasi Kampung Batik, menyebut upaya menata kembali kawasan ini dimulai sejak 2016 dengan modal gotong royong warga. “Dulu sempat banjir, rob, dan dikenal sebagai kampung kriminalitas karena dekat terminal. Tapi kami buktikan bisa bangkit lagi. Lambat laun banyak wartawan datang, lalu terkenal, dan dijadikan destinasi wisata oleh pemerintah,” ungkap Luwi saat ditemui, Kamis (13/6/2025).

Ignatius Luwiyanto berbincang dalam wawancara di Kampoeng Djadhoel, Semarang, Kamis (13/6/2025). (Sumber: Mukhamad Bayu Kelana/Dokumentasi Pribadi)

Revitalisasi ini menjadi bagian dari program Kampung Tematik yang digagas Pemerintah Kota Semarang. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang menilai, Kampung Batik memiliki nilai historis dan potensi ekonomi yang penting untuk diangkat. “Sayang sekali kalau tidak direvitalisasi, karena ini satu kampung dengan identitas kuat sebagai pembatik. Kampung Batik bisa jadi kampung turistik sekaligus wadah peningkatan SDM masyarakat,” ungkap Hadi Suswanto, Analis Informasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang.

Sejak dibentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) pada 2018, pengelolaan wisata Kampung Batik kian terstruktur. Pemerintah memberikan pelatihan tentang penerimaan tamu, penjualan produk, hingga pembuatan paket wisata. Selain itu, mural-mural bertema sejarah Kota Semarang menghiasi dinding kampung, sementara warga aktif mengembangkan motif batik khas Semarangan yang dikenal dengan warna mencolok.


Suasana gang dengan mural pewayangan di kawasan Kampoeng Djadhoel, Semarang, Kamis (13/6/2025). (Sumber: Mukhamad Bayu Kelana/Dokumentasi Pribadi)

Meski demikian, revitalisasi Kampung Batik tidak lepas dari tantangan. Kerusakan infrastruktur, minimnya minat generasi muda, hingga kebutuhan akan dana untuk menunjang fasilitas dan promosi masih menjadi pekerjaan rumah. “Kalau ingin terus menarik wisatawan, harus ada inovasi, kegiatan rutin, dan anak-anak muda harus dilibatkan. Sekarang sudah ada paket wisata bareng Kota Lama dan Sam Poo Kong,” tambah Luwi.

Dampak positif revitalisasi ini mulai terasa. Citra kampung yang dulu rawan berubah menjadi kawasan wisata budaya yang mulai dikenal publik. Semangat gotong royong warga kembali hidup, peluang ekonomi melalui batik dan wisata meningkat, dan nilai-nilai budaya lokal kembali dihidupkan. Pemerintah juga berkomitmen agar Kampung Batik tetap fokus pada batik Semarangan dan tak kehilangan keasliannya.

Ke depan, masyarakat berharap pemerintah bisa membangun kembali balai kampung dan memberikan dukungan lebih luas untuk pelatihan dan regenerasi. Kampung Batik Djadhoel kini bukan hanya tempat belanja batik, tetapi juga ruang wisata budaya yang menyajikan cerita sejarah kota melalui mural, produk batik, serta suasana kampung tempo dulu.


Penulis: Mukhamad Bayu Kelana

Mahasiswa S1 Ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang

Posting Komentar untuk "Dulu Kumuh, Kini Kampung Batik Jadi Ikon Wisata"